Pada dasarnya
semua santri sama. Namun, selama mendampingi mereka dalam mengikuti kompetisi acapkali
santri yang juara memiliki keistimewaan dalam menjalankan proses kompetisi.
Keistimewaan mereka terlihat ketika mereka benar-benar menerapkan 5 (lima)
karakter Pesantren Tebuireng.
Pertama, ikhlas.
Dalam hal ini santri benar-benar menjalankan proses dengan ikhlas. Ikhlas
melakukan segala sesuatu karena Allah SWT. Dalam proses pendampingan, mereka
yang juara biasanya memiliki kebiasaan seperti puasa senin-kamis, atau puasa
Daud. Terkadang mereka juga punya kebiasaan bangun malam, untuk sholat tahajud
dan berdoa, yang kemudian mereka melanjutkan untuk belajar.
Kedua, jujur.
Jujur berarti menyatakan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan apa adanya. Dalam
hal menulis, santri diajak untuk berbuat jujur dalam menuliskan suatu karya
tulis. Tulisan yang dibuat harus orisinil dan bukan plagiat. Penulisan
referensi harus jelas, karena jangan lupa mencantumkan nama penulis aslinya
dalam lembar karya yang mereka buat.
Kekuatan jujur
disini bisa terlihat ketika kompetisi tersebut berada dalam tahapan presentasi.
Ketika presentasi akan terlihat letak kejujuran mereka dalam menulis, dan juri
biasanya mengetahui apakah karya tulis itu jujur atau tidak. Karena kejujuran
tersebut, mereka akan memiliki kepercayaan diri yang lebih.
Ketiga, tanggung
jawab. Berani menulis, berarti harus berani mempertanggungjawabkan apa yang
telah ditulis. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku
atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab sebagai
pelajar adalah belajar, “belajar tidak harus menerima apa yang didapat,
melainkan belajar harus mencari batas-batas ketidakmampuan”.
Pelajar yang
demikian akan mendapatkan nilai lebih nantinya, tidak hanya di sekolahan
melainkan nanti akan berguna di masyarakat. Mereka pelajar juga sekaligus
santri, dalam hal tanggung jawab bagi saya mereka sangat luar biasa. Mereka belajar
menulis di sela-sela kesibukan mereka sebagai pelajar juga sebagai santri.
Mereka meluangkan waktu dalam menulis dan tentunya waktu bermain mereka akan berkurang.
Keempat,
bekerja keras. Mereka berusaha secara terus menerus tanpa mengenal lelah. Ada
beberapa santri yang juara tersebut, pernah beberapakali mengikuti kompetisi
namun belum mendapatkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tipologi pekerja keras
dari mereka sangat terasa ketika mereka pantang menyerah dan aktif dalam
mengikuti kompetisi menulis. Seringkali informasi lomba mereka dapatkan sendiri
baik secara langsung melalui panitia ataupun melalui internet. Mereka mencari
lomba sendiri, kemudian mengkonsultasikan dengan pembina dan senantiasa mereka
proaktif dalam kegiatan pembinaan.
Kelima,
tasamuh/ toleransi. Tasamuh atau toleransi ini tercermin ketika mereka saling
membantu dalam proses pendaftaran lomba dan tahapan pelengkapan administrasi
lomba. Biasanya ada beberapa santri yang tidak bisa secara maksimal dalam
melengkapi administrasi lomba dikarenakan waktu dan banyaknya kegiatan mereka
baik sebagai pelajar maupun santri. Disini dibutuhkan toleransi, dan biasanya
ada salah satu yang membantu, misalkan ketika mentranfer biaya pendaftaran ke
panitia melalui Bank atau membantu foto kopi berkas dan ngeprint data. Sikap
toleransi ini yang kemudian menjadikan proses pembelajaran dalam mengikuti
kompetisi menulis terasa istimewa bagi saya.
Selain 5 (lima)
karakter Pesantren Tebuireng di atas, ada kebiasaan dari mereka ketika sebelum
mengikuti kompetisi, seperti meminta doa kepada orang tua agar senantiasa dalam
mengikuti kompetisi berjalan lancar dan sukses. Selain itu juga persiapan yang
matang serta tidak lupa istirahat yang cukup agar energi ketika presentasi bisa
berjalan secara maksimal.
Untuk itu kami
melanjutkan buku pertama kami yang berjudul Santri Menulis Santri Juara yang ditulis
oleh Rinaldiyanti Rukmana, dkk pada tahun 2015. Buku yang berjudul Santri
Menulis Santri Juara Jilid 2 ini akan disajikan cerita tentang perjuangan
mereka hingga dapat menggapai hasil secara maksimal. Kemampuan atas cara
berpikir dalam menuangkan ide-ide brilian mereka ke dalam tulisan, dan tentunya
cerita menarik dibalik perjalanan mereka dalam mengikuti kompetisi sampai
dengan mendapatkan juara.
Buku tersebut adalah
jawaban atas kreatifitas dan kerja keras para santri dalam menimbah ilmu di
pesantren. Budaya menulis dan berkompetisi dalam rana pemikiran dapat mengasah
kemampuan para santri untuk menjadi insan intelektual yang progresif dan
dinamis. Tentunya dalam kerangka nilai-nilai ke-Islaman yang diajarkan dengan
sentuhan yang manusiawi. Semoga bermanfaat.
Achmad Fauzi