Saturday, December 17, 2016

SATTVA

Setiap perjalanan adalah cerita. Cerita yang senantiasa membawa ruang pemikiran manusia dalam menentukan segala pilihan. Cerita yang dibangun atas dasar kesadaran berdialektika dalam dimensi yang berbeda. Dimensi yang penuh tantangan dan kedamaian.

Tulisan-tulisan ini merupakan percikan dari cahaya yang terbuang. Dari sudut waktu di sebrang jalan menerpa aral. Membius letih kala gelap menanti. Kutuangkan saja huruf per huruf, bait per bait, sampai judul bersandar di rangkaian lembar per lembar.

Semoga teritori kreatifitas tetap berjalan, dalam gelap saya tetap menulis. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Semoga bermanfaat.

download buku bisa klik di link ini SATTVA (sunyi, cinta dan pengorbanan) - fauzing


Cara Pemesanan Buku

Pemesanan atau pembelian buku bisa dilakukan dengan:

1. Melakukan pemesanan langsung ke email faz8302@yahoo.co.id dengan format "Judul buku dan pengarang".
2. Melalui SMS, dengan format "judul buku, dan pengarang" ke 08125290131
3. Tranfer melalui BRI Syariah 1031941907 atas nama Achmad Fauzi
4. Menunjukkan bukti tranfer (bisa dikirim ke email)

Sunday, December 4, 2016

Di BALIK SANTRI MENULIS SANTRI JUARA

Menang bukanlah tujuan kami dalam mengikuti kompetisi. Sangat naif jika apa yang diperjuangkan hanya seputar kemenangan yang berbentuk materi. Tujuan kompetisi adalah untuk mengasah kemampuan, dan mencari sampai titik batas ketidakmampuan mereka. Santri tentunya memiliki ciri khas tersendiri dalam menemukan batas tersebut. Ada yang berbeda ketika menangani mereka. Segalanya terasa mudah dan indah. Energi yang terbuang menjadi cahaya-cahaya dalam Kegelapan.

Pada dasarnya semua santri sama. Namun, selama mendampingi mereka dalam mengikuti kompetisi acapkali santri yang juara memiliki keistimewaan dalam menjalankan proses kompetisi. Keistimewaan mereka terlihat ketika mereka benar-benar menerapkan 5 (lima) karakter Pesantren Tebuireng.
Pertama, ikhlas. Dalam hal ini santri benar-benar menjalankan proses dengan ikhlas. Ikhlas melakukan segala sesuatu karena Allah SWT. Dalam proses pendampingan, mereka yang juara biasanya memiliki kebiasaan seperti puasa senin-kamis, atau puasa Daud. Terkadang mereka juga punya kebiasaan bangun malam, untuk sholat tahajud dan berdoa, yang kemudian mereka melanjutkan untuk belajar.
Kedua, jujur. Jujur berarti menyatakan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan apa adanya. Dalam hal menulis, santri diajak untuk berbuat jujur dalam menuliskan suatu karya tulis. Tulisan yang dibuat harus orisinil dan bukan plagiat. Penulisan referensi harus jelas, karena jangan lupa mencantumkan nama penulis aslinya dalam lembar karya yang mereka buat.
Kekuatan jujur disini bisa terlihat ketika kompetisi tersebut berada dalam tahapan presentasi. Ketika presentasi akan terlihat letak kejujuran mereka dalam menulis, dan juri biasanya mengetahui apakah karya tulis itu jujur atau tidak. Karena kejujuran tersebut, mereka akan memiliki kepercayaan diri yang lebih.
Ketiga, tanggung jawab. Berani menulis, berarti harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah ditulis. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab sebagai pelajar adalah belajar, “belajar tidak harus menerima apa yang didapat, melainkan belajar harus mencari batas-batas ketidakmampuan”.
Pelajar yang demikian akan mendapatkan nilai lebih nantinya, tidak hanya di sekolahan melainkan nanti akan berguna di masyarakat. Mereka pelajar juga sekaligus santri, dalam hal tanggung jawab bagi saya mereka sangat luar biasa. Mereka belajar menulis di sela-sela kesibukan mereka sebagai pelajar juga sebagai santri. Mereka meluangkan waktu dalam menulis dan tentunya waktu bermain mereka akan berkurang.
Keempat, bekerja keras. Mereka berusaha secara terus menerus tanpa mengenal lelah. Ada beberapa santri yang juara tersebut, pernah beberapakali mengikuti kompetisi namun belum mendapatkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tipologi pekerja keras dari mereka sangat terasa ketika mereka pantang menyerah dan aktif dalam mengikuti kompetisi menulis. Seringkali informasi lomba mereka dapatkan sendiri baik secara langsung melalui panitia ataupun melalui internet. Mereka mencari lomba sendiri, kemudian mengkonsultasikan dengan pembina dan senantiasa mereka proaktif dalam kegiatan pembinaan.
Kelima, tasamuh/ toleransi. Tasamuh atau toleransi ini tercermin ketika mereka saling membantu dalam proses pendaftaran lomba dan tahapan pelengkapan administrasi lomba. Biasanya ada beberapa santri yang tidak bisa secara maksimal dalam melengkapi administrasi lomba dikarenakan waktu dan banyaknya kegiatan mereka baik sebagai pelajar maupun santri. Disini dibutuhkan toleransi, dan biasanya ada salah satu yang membantu, misalkan ketika mentranfer biaya pendaftaran ke panitia melalui Bank atau membantu foto kopi berkas dan ngeprint data. Sikap toleransi ini yang kemudian menjadikan proses pembelajaran dalam mengikuti kompetisi menulis terasa istimewa bagi saya.
Selain 5 (lima) karakter Pesantren Tebuireng di atas, ada kebiasaan dari mereka ketika sebelum mengikuti kompetisi, seperti meminta doa kepada orang tua agar senantiasa dalam mengikuti kompetisi berjalan lancar dan sukses. Selain itu juga persiapan yang matang serta tidak lupa istirahat yang cukup agar energi ketika presentasi bisa berjalan secara maksimal.
Untuk itu kami melanjutkan buku pertama kami yang berjudul Santri Menulis Santri Juara yang ditulis oleh Rinaldiyanti Rukmana, dkk pada tahun 2015. Buku yang berjudul Santri Menulis Santri Juara Jilid 2 ini akan disajikan cerita tentang perjuangan mereka hingga dapat menggapai hasil secara maksimal. Kemampuan atas cara berpikir dalam menuangkan ide-ide brilian mereka ke dalam tulisan, dan tentunya cerita menarik dibalik perjalanan mereka dalam mengikuti kompetisi sampai dengan mendapatkan juara.
Buku tersebut adalah jawaban atas kreatifitas dan kerja keras para santri dalam menimbah ilmu di pesantren. Budaya menulis dan berkompetisi dalam rana pemikiran dapat mengasah kemampuan para santri untuk menjadi insan intelektual yang progresif dan dinamis. Tentunya dalam kerangka nilai-nilai ke-Islaman yang diajarkan dengan sentuhan yang manusiawi. Semoga bermanfaat. 
Achmad Fauzi